23 Maret 2015
Sepanjang perjalanan pulang dari Telaga di Samares, benakku mulai bertanya apa gerangan nama dari telaga itu?. Kaka Yehezkiel maupun Kaka Paul tak pernah menyinggungnya. Rasa penasaran yang telah menjadi mimpi selama bebeberapa hari akhirnya menuntunku ke rumah Bapak Edward Kurni. Rumahnya tidak jauh dari tempatku bekerja dan beliau juga bukan orang yang asing bagiku. Aku mengenal beliau saat masih tinggal di mess kantor. Selama tiga bulan aku mengikuti jadwal ibadah KSP maupun latihan paduan suara Jens Achter yang ada di lingkungan Desa Bindusi bersama dengan Pak Kurni maupun Kaka Paul.
"Bapa, kemarin dulu itu sa dengan Kaka Paul ada pi ke Samares. Baru 'tong lihat ada satu telaga di sana, Bapa pernah lihat ka?", tanyaku setelah mama (isterinya) memberi ku segelas teh gula. Pak Kurni yang sudah setengah baya itu kembali bertanya padaku, "Oh, anak punya maksud kolam biru itu ka?", orang-orang di Biak Timur biasa menyebut telaga dengan kolam sehingga tak heran jika Pak Kurni juga menyebutnya demikian. "Oh anak, kolam itu dia punya nama Wopersnondi, jadi Wopersnondi itu artinya laki-laki yang jatuh", jelasnya lebih dalam lagi sambil memakan pinang yang ada ditangannya.
Setelah meludahkan air pinang yang berwarna merah itu ia kembali melanjutkan cerita. "Dulu itu saya pernah ambil air di sana", katanya menceritakan pengalamannya saat masih muda dan bekerja mencari kayu di sana.
"Jadi begini anak, sebab nama kolam itu Wopersnondi berasal dari satu cerita. Dulu itu ada satu laki-laki ada pergi cari kayu bakar di hutan. Begini, hari sudah malam jadi de mau pulang. Waktu de jalan pulang, tiba-tiba de dengar ada suara burung di atas pohon, baru de punya niat ambil akan itu burung. De lalu mulai panjat itu pohon tapi de punya satu kaki ni ada injak benalu", lanjut Pak Kurni kemudian menatapku tajam "anak tahu benalu yang biasa tempel di pohon itu to?", tanyanya padaku dan aku pun mengangguk mengerti sambil membayangkan tanaman paku-pakuan.
Ia sangat berharap aku mengerti yang ia maksudkan dan melanjutkan cerita itu. "Benalu itu tra kuat tahan de punya kaki, jadi de jatuh ke dalam kolam. De terkejut sekali karna de juga baru tau kalau ada kolam di situ. Begini de pulang ke rumah baru cerita kejadian itu ke masyarakat di kampung". Pak Kurni berhenti sejenak dan menyalakan satu batang rokok dan menghisap seadanya.
"benalu tidak kuat tahan de punya kaki, jadi de jatuh ke dalam kolam", kata Pak Edward Kurni. |
"Jadi itu sudah anak, kenapa kolam itu dong bilang Wopersnondi yang artinya laki-laki yang jatuh", tutur Pak Kurni melanjutkan cerita itu dan tak terasa pinang yang ada dimulutnya pun habis. Pinang yang tinggal serat berwarna merah itu kemudian ia taruh di atas asbak rokok. Sejurus kemudian ia mulai meramu lagi permen orang Papua itu, sebuah pinang ia gigit kulitnya lalu mengunyahnya bersama sepenggal buah sirih yang sebelumnya ia colek dengan serbuk kapur. Sesaat mulutnya kembali meludahkan cairan berwarna merah ke dalam sebuah kantung plastik.
luar biasa..
BalasHapusLKP Unikom